Buletin Jum'at FKM

                  BULETIN JUM'AT FORUM KOMUNIKASI MASJID

         FKM                                 لَمَسْجِدٌ أُسِّسَ عَلَى التَّقْوَى مِنْ أَوَّلِ يَوْمٍ أَحَقُّ أَنْ تَقُومَ فِيهِ

Home   Politik    Ekonomi    Hukum    Sosial    Pendidikan    Statement   Atsaqofiyah    

 

Buletin Jum'at FKM,

Jum'at, 01 Januari 2010

No. 1241010110

BUDAYA PERINGATAN TAHUN BARU 2010,

KEMAJUAN ATAU KEMUNDURAN ?

 

Tahun 2009 sebentar lagi akan berakhir dan akan digantikan tahun baru 2010. Sehingga kita pun bisa melihat bagaimana hiruk pikuk yang terjadi pada perayaan tahun baru di Indonesia yang cenderung kebablasan, mulai dari pesta kembang api, meniup terompet, konser-konser musik, pesta di hotel-hotel, pesta-pesta lain bahkan sampai menjurus pada kemaksiatan. Itu masih sebagian mudharat dari perayaan tahun baru, sebenarnnya masih banyak lagi yang lainnya. Hal ini merupakan suatu hal yang biasa terjadi dalam perayaan-perayaan tahun baru dari tahun ke tahun.

Kita juga bisa melihat fenomena sekarang ini, setiap kali akan ganti tahun yang baru, maka banyak sebagian masyarakat yang berusaha untuk melihat kemungkinan peruntungan di tahun yang baru, sehingga fenomena mendatangi paranormal, membeli buku-buku ramalan pun kian marak. Bahkan dari pantauan berbagai media pembelian buku-buku tentang ramalan tahun 2010 semakin tinggi saja peminatnya.

Itulah gambaran bagaimana hiruk-pikuk menjelang perayaan tahun baru Masehi. Sekarang yang menjadi pertanyaan adalah bagaimana pandangan yang islami  tentang perayaan tahun baru Masehi? Dan apakah tahun baru 2010 ini akan membarukan umat manusia?

 

Tahun Baru, Hedonisme, dan Kapitalisme

 

Tahun baru sangat identik dengan acara-acara pesta, baik yang sifatnya itu kecil-kecilan hingga yang sifatnya mewah yang hanya bisa dijangkau orang-orang tertentu saja. Semua itu punya satu tujuan yaitu merayakan tahun baru yang hanya satu tahun sekali, dan dianggap momen yang tidak boleh dilewatkan. Sebagai contoh perayaan yang ada di tahun baru di dunia adalah konser-konser musik, acara-acara pesta kembang api, pesta minum anggur/minuman keras, pesta di jalan-jalan, pesta di hotel-hotel dan segala macam acara lainnya (Wikipedia).

Gambaran itu tentunya menunjukkan bagaimana tahun baru menjadi ajang untuk mengadakan acara-acara yang sifatnya lebih hura-hura, seolah-olah hidup hanya untuk bersenang-senang. Sehingga tidak salah kalau kita katakan bahwa perayaan tahun baru identik dengan gaya hidup hedonisme. Bagaimana tidak, hal ini ditunjukkan bagaimana masyarakat seakan tidak lagi memikirkan hal-hal lain yang seharusnya lebih berguna dan lebih bermanfaat., akan tetapi justru lebih suka dengan kehidupan yang isinya hanya bersenang-senang untuk menikmati hidup, tanpa memiliki prioritas apa yang seharusnya dilakukan, walaupun memang bersenang-senang itu memang diperbolehkan asal tidak berlebihan. Seperti bisa kita lihat bagaimana masyarakat yang sebagian adalah bagian dari umat islam rela merogoh kocek yang tidak sedikit untuk bisa merayakan tahun baru di tempat-tempat favorit mereka, Seperti di hotel, atau tempat-tempat lain yang bisa membawa mereka untuk bersenang-senang melewati tahun baru.

Gaya hidup yang demikianlah yang saat ini justru menjadi favorit terutama terjadi pada malam perayaan tahun baru. Dan ini merupakan realita yang pasti kebenarannya. Bagaimana bisa kita lihat di semua daerah, hampir seluruhnya mempunyai konsep acara-acara yang bervariasi yang intinya adalah menunjukkan gaya hidup hedonisme yang merupakan buah hasil pemikiran kapitalisme, yakni bagaimana manusia hidup untuk menikmati hidup sebebas-bebasnya karena mereka menganggap bahwa hidup untuk dinikmati dan tidak akan ada pertanggungjawaban setelah mereka mati. Gaya hidup hedonisme menjadi bukti bagaimana manusia lupa akan hakikatnya sebagai hamba Allah, akan tetapi anehnya justru gaya hidup seperti inilah yang disukai dan dipertontonkan oleh sebagian dari umat islam yang mengikuti arus modernisasi ala “Kapitalisme”.

Di samping itu bagaimana kita lihat perayaan tahun baru menjadi momen yang paling dinanti bagi para kaum kapitalis untuk mengeruk keuntungan yang sebesar-besarnya dengan cara menggelar acara-acara untuk menggaet banyak pengunjung. Yang tidak merayakan tahun baru diopinikan sebagai orang yang “kuper” dan tidak modern. Padahal opini itu sebenarnya adalah upaya para kaum kapitalis untuk memasarkan produk-produk mereka berupa acara-acara hiburan yang biasa ada ketika perayaan tahun baru. Tahun barupun akhirnya menjadi ajang untuk mengeruk keuntungan sebesar-besarnya, sehingga jangan heran kalau di tempat-tempat favorit menawarkan hiburan-hiburan yang menarik bahkan rela untuk mendatangkan “public figur” seperti artis, tokoh politik yang digunakan untuk menarik pengunjung, dan ini dilakukan oleh semua pihak yang merasa diuntungkan dengan adanya perayaan tahun baru. Karena keuntungan itupun akan berlipat-lipat dari hari biasanya, bahkan cenderung bersifat exploitasi. Sebagaimana pada perayaan tahun baru ini, tiket-tiket untuk acara hiburan di Jakarta saja sangat tinggi. Sebagai contoh saja bahwa tarif batas atas untuk hotel bintang empat dan lima Rp 15 juta per malam, hotel bintang satu hingga tiga sebesar Rp 8 juta, hotel non-bintang Rp 4 juta per malam. Sedangkan tarif batas atas untuk diskotek dan klub malam sebesar Rp 5 juta. Untuk restoran, bar dan pub tarif batas atas sebesar Rp 2 juta. Kemudian untuk bioskop sekali penayangan Rp 600 ribu, hal ini sebagaimana yang disampaikan oleh Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan DKI Arie Budhiman. (Viva News, 4 Desember 2009). Dengan kondisi yang demikian berapa jumlah arus uang yang akan dinikmati oleh para kaum kapitalis, yang sebagian uang itu berasal dari umat islam yang merayakan tahun baru. Uang dengan jumlah yang tidak sedikit itu dihabiskan hanya dalam waktu sekejap hanya untuk kesenangan sesaat padahal kalau mau di gunakan yang lain seperti untuk membantu fakir miskin itu akan lebih berguna, karena masih banyak saudara-saudara kaum muslimin yang masih memerlukan  uluran tangan dari umat islam yang mampu.

Dengan melihat kondisi ini kita bisa melihat betapa tahun baru merupakan perayaan yang identik dengan gaya hidup hedonisme yang mengumbar kesenangan dunia, dan tentunya juga menjadi momen empuk bagi para kaum kapitalis untuk menarik keuntungan dari perayaan ini.

 

Tahun Baru yang tidak Membarukan

 

Perayaan tahun baru masehi menjadi magnet besar yang menarik semua kalangan termasuk sebagian dari umat islam. Padahal mungkin sebagian umat islam ikut merayakan itu karena terbawa arus untuk bisa dikatakan mengikuti modernisasi. Perayaan tahun baru yang terus berulang dengan hiruk pikuknya seakan membawa dampak yang cukup parah bagi umat islam. Umat islam tidak lagi memikirkan pembaruan yang harus dilakukan akan tetapi banyak yang terlena dengan perayaan semacam ini.

Seperti telah diketahui umum bahwa perayaan Tahun baru masehi adalah buah hasil dari apa yang dilakukan Yulius Caesar (45 SM), untuk menghormati Dewa Janus. Seiring muncul dan berkembangnya agama Nasrani, akhirnya perayaan ini diwajibkan oleh para pemimpin gereja sebagai satu perayaan “suci” sepaket dengan Natal. Adapun bentuk perayaannya sudah cukup khas. Berbarengan dengan perayaan Natal. Untuk menyambutnya pesta besar-besaran diadakan, malam akhir tahun ditunggui, nyanyian dilantunkan, lonceng tengah malam dibunyikan, kembang api dinyalakan, terompet ditiup, ucapan marry christmas and happy new year diteriakkan. Bentuk perayaan di ataslah yang identik dengan perayaan tahun baru, padahal seperti pesta kembang api adalah merupakan peradaban orang China Konghucu untuk merayakan tahun baru dan hal ini dipercaya bisa mengusir setan, juga meniup terompet bersama dalam menyambut tahun baru yang merupakan peradaban kaum Yahudi ketika merayakan tahun baru Ros sahanah, dan terompet (shofar) itu menjadi  bagian dalam ritual kaum Yahudi (www.lintasberita.com). Rasulullah saw bersabda:

ãä ÊÔÇÈå ÈÞæã Ýåæ ãäåã

“Barang siapa yang menyerupai perbuatan suatu kaum, maka ia termasuk di dalamnya” (HR. Abu Dawud, Ahmad, dan Ath-Thabrani).

 Sebagian dari ulama Islam yang memiliki kepedulian terhadap keselamatan akidah dan perbuatan umat dari tindakan-tindakan yang keliru, hura-hura dan tidak islami, kemudian memberikan solusi / pemecahan baru secara temporal dengan perayaan tahun baru yang lebih islami seperti dengan mengadakan acara muhasabah, dzikir dsb. Solusi semacam ini memang ada hasil dan manfaatnya, tetapi cara seperti ini memerlukan pembinaan lanjutan sehingga dapat menumbuhkan kesadaran tentang perlunya menumbuhkan kebanggaan terhadap peradaban Islam yang sebenarnya memang layak untuk dibanggakan, punya jawaban yang baik dan benar terhadap semua persoalan kehidupan, dan menjelaskan kerusakan peradaban kufur yang sebenarnya rendah dan memang tidak patut untuk dibanggakan. Alloh berfirman :

 

æóáóæö ÇÊøóÈóÚó ÇáúÍóÞøõ ÃóåúæóÇÁóåõãú áóÝóÓóÏóÊö ÇáÓøóãóæóÇÊõ æóÇáúÃóÑúÖõ æóãóäú Ýöíåöäøó Èóáú ÃóÊóíúäóÇåõãú ÈöÐößúÑöåöãú Ýóåõãú Úóäú ÐößúÑöåöãú ãõÚúÑöÖõæäó.  (ÇáãÄãäæä:71)

 

:”Andaikata kebenaran itu menuruti hawa nafsu mereka, pasti binasalah langit dan bumi ini, dan semua yang ada di dalamnya. Sebenarnya Kami telah mendatangkan kepada mereka kebanggaan mereka tetapi mereka berpaling dari kebanggaan itu.” (QS.Al-Mukminun:71)

 

Ini adalah salah satu hal yang menunjukkan bahwa tahun baru yang senantiasa berganti dengan berbagai macam gegap gempita perayaannya itu tidak akan pernah membarukan kondisi umat islam yang terpuruk saat ini, akan tetapi justru sebaliknya, perayaan-perayaan tahun baru lebih banyak menggiring umat islam ke arah perbuatan-perbuatan yang dapat menjerumuskan umat islam. Jadi sebuah khayalan belaka jika kemunculan tahun baru setiap tahunnya akan menjadi tahun yang membarukan bagi umat manusia, dan malah mengalami kemunduran yaitu sebagai obyek exploitasi, bukan kemajuan.

Dari sinilah, sepatutnya kita mengambil pelajaran, bahwa kemajuan, pembaruan, perubahan atau kebangkitan umat islam hanya akan bisa tercapai dengan perubahan pemikiran dan sistem melalui revolusi pemikiran, damai, santun dan jauh dari anarkisme, karena dengan cara itulah dulu Rasulullah mengubah masyarakat Jahiliyah menuju masyarakat Islam. Allah juga telah berjanji untuk memenangkan, menyelamatkan, memberi kekuasaan, dan selalu menyertai orang–orang mukmin. Allah SWT berfirman:

ßóÐóáößó ÍóÞøðÇ ÚóáóíúäóÇ äõäúÌö ÇáúãõÄúãöäöíäó

“Demikianlah, menjadi kewajiban atas Kami menyelamatkan orang-orang mukmin.” (QS.Yunus: 103).

Jadi hendaknya anak-anak kaum muslimin sadar tentang kondisinya saat ini dan segeralah bangkit. Kebangkitan Islam bukan dengan cara mengekor dan membebek kepada Barat disemua aspek kehidupan, termasuk mengikuti peradaban barat seperti perayaan tahun baru, tapi Islamlah yang harus digali dan dijadikan sumber kebangkitan Islam seiring dengan cita-cita penegakan kembali islam di muka bumi. Akan tetapi bukan berarti kaum muslimin tidak boleh mengikuti perkembangan science dan teknologi karena science dan teknologi adalah milik semua manusia, bukan milik akidah tertentu atau idiologi tertentu. Dengan hal ini maka kita pun hendaknya yakin bahwa Allah pasti akan menolong umat Islam dalam mewujudkan kebangkitan islam yaitu dengan tegaknya islam di muka bumi. Karena sesungguhnya Allah pun juga menjanjikan akan menolong kaum mukmin yang menolong agama-Nya. Sebagaimana firman-Nya dalam surat Muhammad ayat 7:

íóÇÃóíøõåóÇ ÇáøóÐöíäó ÁóÇãóäõæÇ Åöäú ÊóäúÕõÑõæÇ Çááøóåó íóäúÕõÑúßõãú æóíõËóÈøöÊú ÃóÞúÏóÇãóßõãú

“Hai orang-orang mukmin, jika kamu menolong (agama) Allah, niscaya dia akan menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu”. Wallau a’lam bi showab.

______________________________

NOTE:

             Bagi umat Islam yang berminat menulis buletin jum'at, dipersilahkan mengirim naskah ke alamat redaksi buletin jum'at FKM. Ketentuan naskah: 1. Word count = 11000 - 12000 characters with spaces. 2. File dalam bentuk RTF

e-mail  :      buletinfkm@gmail.com

website:  http://www.salamfkm.20m.com